View Artikel Ilmiah

Kembali
NIM (Student Number)E1E007058
Nama MahasiswaMUHAMMAD YUNI MUBASHIR
Judul ArtikelDISPENSASI PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms)
AbstrakDISPENSASI PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms) ARTIKEL ILMIAH Oleh : MUHAMMAD YUNI M E1E007058 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM Jl. Prof. Dr. HR. Bunyamin No. 708 Purwokerto Kode Pos 23122 Telp. (0281) 621076 Faxsimile (0281) 638339 ARTIKEL ILMIAH Judul : “DISPENSASI PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms)”. Nama : MUHAMMAD YUNI M NIM : E1E007058 Fakultas : HUKUM SKS : 2007 Pembimbing I : H. Mukhsinun, SH, MH Pembimbing II : Haedah Faradz, SH, MH Pembimbing Akademik : M. I. Wiwik Yuni Hastuti, SH, MH Program Studi : Ilmu Hukum Lingkup Bagian : Hukum Perdata A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974, menyebutkan: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Wantjik Saleh, pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 merupakan rumusan mengenai arti dan tujuan perkawinan. Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Sedangkan tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian juga dijelaskan dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, bahwa: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pada penjelasan umum Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 huruf a, dijelaskan bahwa Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil. Kemudian dalam huruf d juga menganut prinsip bahwa calon mempelai harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya terwujud tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-istri yang masih dibawah umur, karena batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, sehingga diharapkan mampu untuk mengatasi masalah kependudukan. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, maka batas umur yang diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Ketentuan mengenai batas umur ini juga disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat (1). Hal ini sesuai dengan prinsip perkawinan bahwa calon mempelai harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya terwujud tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Pada Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 terdapat peluang bagi calon mempelai apabila belum mencapai umur tersebut, untuk melangsungkan perkawinan diperlukan suatu dispensasi dari Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Dispensasi adalah penyimpangan atau pengecualian dari suatu peraturan. Undang-undang memperbolehkan penyimpangan terhadap syarat umur tersebut melalui pasal 7 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, yang menyebutkan: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”. Undang-Undang tidak menjelaskan mengenai hal-hal yang dapat dijadikan dasar bagi suatu alasan yang penting dalam permohonan dispensasi perkawinan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti permohonan dispensasi perkawinan yang diajukan oleh pemohon yang masih dibawah umur, dan permohonan tersebut telah dikabulkan oleh Pengadilan Agama Banyumas, dengan mengambil judul “DISPENSASI PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dikemukakan masalah sebagai berikut : Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan alasan-alasan permohonan dispensasi perkawinan dalam penetapan Pengadilan Agama Banyumas nomor 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan alasan-alasan permohonan dispensasi kawin dalam penetapan Pengadilan Agama Banyumas nomor 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms. D. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian : Yuridis Normatif 2. Spesifikasi Penelitian : Deskriptif Analitis 3. Lokasi Penelitian : Penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Banyumas dan di Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Unsoed. 4. Sumber Data : Data Sekunder yaitu Penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms. 5. Metode Penyajian Data : Uraian secara sistematis 6. Analisis Data : Normatif Kualitatif E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Pengadilan Agama Banyumas yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan oleh: Laela Sari binti Madjohari, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di RT. 04 RW 07, Desa Kecila, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, selanjutnya disebut “PEMOHON”. Bahwa pemohon telah mengajukan permohonannya tertanggal 07 Februari 2011, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Banyumas dengan register nomor: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms. tanggal 07 Februari 2011 Dalam positanya pemohon mengajukan hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa pemohon mempunyai 2 (dua) orang anak yaitu: 1) Devi Laela Sukmawati lahir 15 Oktober 1990. 2) Doni Angga Firmansyah lahir 19 Oktober 1992. b. Bahwa anak kandung pemohon yang ke 2 (dua) tersebut masih dibawah umur untuk persyaratan melakukan perkawinan yang sampai saat ini baru berumur 18 tahun 4 bulan. c. Bahwa anak tersebut meminta ijin kepada Pemohon untuk segera menikah dan Pemohon telah setuju untuk menikahkan anak tersebut karena telah dianggap dewasa dan saling mencintai dengan calonnya. d. Bahwa Pemohon bermaksud akan menikahkan anak tersebut dengan seorang perempuan bernama Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat umur 20 tahun, Agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Dusun Nggandog, RT. 03 RW. 01, Desa Kuntili, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. e. Bahwa syarat perkawinan antara anak Pemohon dengan calon istrinya belum terpenuhi karena faktor umur. f. Bahwa anak pemohon tersebut telah saling kenal dengan calon istrinya selama 5 tahun dan calon istrinya tersebut sekarang sedang hamil 2 bulan, sehingga pemohon sebagai orang tuanya ingin segera menikahkan anak kandungnya tersebut. g. Bahwa pemohon mohon agar segera diberi ijin untuk menikahkan anak pemohon tersebut yang telah saling mencintai dan sudah tidak dapat dipisahkan lagi. h. Bahwa maksud pemohon telah datang menghadap Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, tetapi telah ditolak oleh Kepala Kantor Urusan Agama tersebut. i. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Banyumas cq. Majelis Hakim. Dan dalam petitumnya, pemohon memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Banyumas cq. Majelis Hakim agar berkenan membuka persidangan untuk memberikan penetapan sebagai berikut: 1) Mengabulkan permohonan pemohon. 2) Menetapkan memberi dispensasi kawin kepada anak Pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo untuk menikah dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat. 3) Menetapkan biaya perkara menurut hukum. Menimbang, bahwa pemohon menerangkan antara Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat tidak mempunyai hubungan keluarga darah dan susuan yang menjadi penghalang bagi keduanya untuk dapat melangsungkan pernikahan (hubungan mahram). Menimbang, bahwa anak pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo dan calon istrinya bernama Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat telah hadir di persidangan dan memberikan keterangan yang pada pokoknya sudah bulat tekatnya untuk segera menikah dengan pilihan hatinya bernama Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat sebagai pertanggung jawaban akibat perbuatannya dan akan membina rumah tangga serta berlaku sebagai layaknya kepala rumah tangga yang siap membimbing, melindungi dan mencukupi seluruh kebutuhan lahir batin rumah tangganya terlebih saat ini calon istrinya dalam keadaan hamil 2 (dua) bulan akibat hubungan di luar nikah tersebut dan kedua calon mempelai siap menanggung segala resiko yang kelak akan dihadapi dalam menjalani rumah tangga. Keterangan Anak Pemohon: a. Bahwa ia adalah anak kandung Pemohon yang sekarang masih berusia 18 tahun 4 bulan. b. Bahwa ia sudah ingin menikah dengan calon istrinya yang bernama Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat karena sudah berpacaran sejak ia masih belajar di STM. c. Bahwa ia sudah sanggup untuk menghidupi istrinya karena sudah bekerja di pabrik pembuatan pupuk tablet dengan penghasilan setiap harinya rata-rata Rp.30.000,-. d. Bahwa orang tuanya dan orang tua dari calon istrinya telah menyetujui akan pernikahan mereka. e. Bahwa hubungannya dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat sudah sebagaimana layaknya suami-istri. f. Bahwa calon istrinya tersebut saat ini telah hamil 2 (dua) bulan. g. Bahwa ia telah mengajukan permohonan pernikahan ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Sumpiuh tetapi ditolak karena kurang cukup umur. Keterangan Calon Istri Anak Pemohon: Nama : Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat, umur 20 tahun, Agama Islam, pekerjaan swasta, tempat tinggal di RT.03 RW.01, Desa Kuntili, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. a. Bahwa ia kenal dengan Pemohon karena ia calon istri anak Pemohon. b. Bahwa ia kenal dengan Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo calon suaminya. c. Bahwa ia mau menikah dengan Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo meskipun belum berusia 19 tahun. d. Bahwa orang tuanya dan orang tua dari calon suaminya telah menyetujui akan pernikahan mereka. e. Bahwa calon suaminya bekerja di pabrik pembuatan pupuk tablet. Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat-alat bukti di persidangan, yaitu: a. Bukti Surat: b. Saksi-Saksi: Pertimbangan Hukum: Menimbang, bahwa yang menjadi pokok masalah dalam permohonan ini adalah pemohon mohon agar anak pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo yang lahir tanggal 19 Oktober 1992 dapat diberikan dispensasi untuk melakukan pernikahan dengan seorang perempuan pilihan hatinya bernama Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat, disebabkan telah dalam keadaan hamil 2 (dua) bulan sedangkan pihak Kantor Urusan Agama telah menolak untuk menikahkan mereka. Menimbang, bahwa Pemohon beragama Islam, demikian halnya dengan Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo anak kandung Pemohon dan calon menantunya juga beragama Islam, maka sesuai dengan penjelasan Pasal 49 ayat (1) huruf a angka 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, perkara ini adalah menjadi wewenang absolut Pengadilan Agama. Menimbang, bahwa berdasar keterangan pemohon, calon mempelai, serta alat-alat bukti yang telah diajukan, maka dapat ditemukan fakta hukum sebagai berikut: a. Bahwa pemohon mengajukan permohonan ini tidak dengan suaminya disebabkan suami pemohon selaku ayah yang dimohonkan dispensasi, saat ini tidak diketahui tempat tinggalnya yang pasti di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. b. Bahwa berdasarkan bukti P.1, maka terbukti bahwa Pemohon berdomisili di wilayah Hukum Pengadilan Agama Banyumas. c. Bahwa berdasarkan bukti P.2 dan P.3, maka terbukti bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan Sumpiuh menolak untuk melangsungkan pernikahan anak Pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat karena belum mencapai umur 19 tahun. d. Bahwa berdasarkan bukti P.4 dan P.7, maka terbukti anak Pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo sekarang belum berusia 19 tahun, dan calon istrinya Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat sudah berusia 20 tahun. e. Bahwa berdasarkan bukti P.5, P.6, dan P.8 maka terbukti bahwa anak Pemohon bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo dan calon istrinya Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat di wilayah Pengadilan Agama Banyumas. f. Bahwa berdasarkan keterangan anak Pemohon dan calon istrinya keduanya telah saling mencintai, telah membina hubungan cinta sejak masih belajar di STM, oleh karenanya keduanya menyatakan telah siap untuk menikah dan masing-masing menyatakan sanggup membina hubungan rumah tangga dengan baik sebagai suami dan istri. g. Bahwa saksi-saksi yang telah diajukan Pemohon yaitu Sholeh bin Mahmud dan Jumadi bin Dakhuri di persidangan telah memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo dan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat telah menjalin hubungan cinta dan mampu untuk membina rumah tangga, dan antara keduanya tidak ada hubungan keluarga atau mahrom, baik karena nasab, perkawinan maupun susuan yang menghalangi sahnya pernikahan. h. Bahwa berdasarkan pengamatan Majlis di persidangan terhadap anak Pemohon, baik secara fisik maupun psikis, maka anak Pemohon tersebut telah cukup dewasa dan layak serta siap untuk menikah. i. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menyebutkan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai umur 16 tahun. j. Bahwa berdasarkan keterangan anak Pemohon dan calon istrinya serta bukti-bukti sebagaimana telah diuraikan di atas, maka majelis telah dapat menemukan fakta dalam persidangan yang pada pokoknya anak Pemohon yang bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo akan menikah dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat namun ditolak oleh KUA Kecamatan Sumpiuh karena anak Pemohon belum berusia 19 tahun, sedangkan hubungan anak Pemohon dengan calon istrinya telah intim sedemikian rupa sehingga Pemohon khawatir kalau tidak segera dinikahkan akan terus menerus terjadi pelanggaran hukum dan ajaran agama Islam serta hal-hal yang tidak diinginkan. k. Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Majelis Hakim dapat mengabulkan permohonan Pemohon. l. Menimbang, bahwa Majelis perlu mengemukakan ibarat nash dalam Kitab Al Fiqhul Islami Wa’adilatuhu Juz VII halaman 32 yang artinya: “Bahwa perkawinan adalah wajib bagi setiap orang yang khawatir terjerumus ke dalam perzinaan tanpa melakukan perkawinan”. m. Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, maka biaya perkara ini dibebankan kepada Pemohon. Penetapan: Memperhatikan segala ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini, maka Pengadilan memberikan penetapan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon. 2. Memberi dispensasi kepada anak Pemohon yang bernama Doni Angga Firmansyah bin Soekarjo untuk menikah dengan Anggun Dewi Pertiwi binti Joko Jayadiningrat. 3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 166.000,- (seratus enam puluh enam ribu rupiah). Penetapan ini dijatuhkan dalam rapat permusyawaratan oleh Majelis Pengadilan Agama Banyumas pada hari Kamis, tanggal 17 Maret 2011 M bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Akhir 1432 H oleh NRD sebagai Ketua Majelis, AT dan THM, masing-masing sebagai Hakim Anggota, serta diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan dibantu oleh KSM sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh pemohon. 2. Pembahasan Ketua Majelis mempunyai pertimbangan-pertimbangan sebelum menetapkan penetapan terhadap permohonan tersebut, apakah dapat dikabulkan atau tidak. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah sebagai berikut: a. Pembahasan Terhadap Subyek Permohonan. 1) Pemohon Majelis Hakim di dalam persidangan akan meneliti apakah orang yang mengajukan perkara permohonan dispensasi tersebut berhak mengajukan atau tidak. Pada penetapan Pengadilan Agama Banyumas Nomor : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms, yang mengajukan permohonannya adalah ibu kandung dari calon mempelai pria karena suami pemohon tidak diketahui tempat tinggalnya yang pasti, maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pemohon mempunyai kwalitas untuk mengajukan permohonan ini. 2) Alasan Majelis Hakim dalam persidangan menanyakan alasan anak pemohon dan kemudian menelitinya apakah alasan anak pemohon sesuai dengan alasan pemohon disurat permohonannya atau tidak 3) Ada Larangan perkawinan atau tidak Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan terdapat halangan atau tidak, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 8 yang menyebutkan: “Perkawinan dilarang antara dua orang yang: a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau pun ke atas. b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. d) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi /paman susuan. e) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.” Pada Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga melarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagaimana disebutkan dalam pasal 39 sampai dengan pasal 44 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan tentang larangan kawin. Adapun isi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan: 1. Karena pertalian nasab: a. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya. b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu. c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. 2. Karena pertalian kerabat semenda: a. dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya. b. dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya. c. dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istri, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul. d. dengan seorang wanita bekas istri keturunannya. 3. Karena pertalian sesusuan: a. dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas. b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah. c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah. d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas e. dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.” Pasal 40 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu: a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain. b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain. c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.” Pasal 41 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: (1) Seorang pria memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau susuan dengan istri: a. saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya. b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya. (2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun istri-istri telah ditalak raj’i tetapi masih dalam masa iddah. Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: “Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam masa iddah raj’i atau pun salah seorang di antara mereka masih terikat perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj’i.” Pasal 43 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: (1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria: a. dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali. b. dengan seorang wanita bekas istrinya yang dili’an. (2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau bekas istri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya. Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan: “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”. 4) Kemaslahatan dan kemudharatan Bila dua insan menjalin cinta, hingga melakukan hubungan seksual diluar nikah yang menyebabkan kehamilan, maka Pengadilan akan mengabulkan permohonan dispensasi tersebut. Karena ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak hukum anak yang dilahirkannya menurut Undang-undang. Selain itu masyarakat akan menghina dan mengucilkan perempuan yang hamil tanpa suami. b. Pembahasan Mengenai Alasan-Alasan Dispensasi Perkawinan. Hakim dalam memeriksa suatu perkara, bertugas untuk mengkonstatir, mengkualifisir dan kemudian mengkonstituir. Mengkonstatir artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak itu adalah benar-benar terjadi. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pembuktian. Membuktikannya artinya mempertimbangkan sacara logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku. Sesuai dengan pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Fakta ialah keadaan, peristiwa atau perbuatan yang terjadi (dilakukan) dalam dimensi ruang dan waktu. Suatu fakta dapat dikatakan terbukti apabila telah diketahui kapan, dimana, dan bagaimana terjadinya. Misalnya masalah dispensasi kawin, fakta yang perlu dicari kebenarannya adalah apakah seseorang tersebut benar-benar ingin melakukan pernikahan di bawah umur dengan alasan dan bukti-bukti yang dicantumkan dalam berkas permohonan dispensasi yang diajukan ke Pengadilan Agama. Konkretnya dalam memberi penetapan, hakim tidak boleh keluar dari koridor hukum yang mengatur tentang persoalan yang diperkarakan. Penetapan hakim akan menjadi kepastian hukum dan mempunyai kekuatan mengikat untuk dijalankannya, karena penetapan hakim adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara. Ketika ingin menjatuhkan penetapan, hakim memiliki pertimbangan-pertimbangan. Menurut pendapat penulis pertimbangan hakim diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Pertimbangan Hukum Pertimbangan hukum di sini berarti ketika hakim menjatuhkan penetapannya harus sesuai dengan dalil-dalil dan bukti-bukti hukum yang diajukan. Bukti-bukti yang biasa disyaratkan menurut undang-undang adalah: a. Bukti surat o Foto copy Surat Kelahiran atas nama anak Pemohon yang dikelurkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. o Surat Pemberitahuan Penolakan Melangsungkan Pernikahan (Model N-9) yang di keluarkan oleh Kantor Urusan Agama. b. Bukti saksi Adapun bukti saksi yang dihadirkan oleh hakim dalam persidangan ini adalah dua orang. Pada pertimbangannya, Hakim juga berdasarkan pada hukum Islam. Adapun yang menjadi dasar pertimbangannya adalah: “Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan” “Kemadharatan harus dihilangkan”. Pada dasarnya setiap insan tidak diizinkan mengadakan suatu kemadharatan, baik berat maupun ringan terhadap dirinya atau terhadap orang lain. Pada prinsipnya kemadharatan harus dihilangkan, tetapi dalam menghilangkan kemadharatan itu tidak boleh sampai menimbulkan kemadharatan lain baik ringan apalagi lebih berat. Namun, bila kemadharatan itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menimbulkan kemadharatan yang lain maka haruslah memilih kemadharatan yang relatif lebih ringan dari yang telah terjadi. Menurut persepsi hakim, madharatnya adalah ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak hukum anak yang dilahirkannya menurut Undang-undang. 2. Pertimbangan Keadilan Masyarakat Seringkali pernikahan dianggap sebagai solusi alternatif bagi penyelesaian masalah sosial yang akan terjadi yaitu menikahkan anak yang sudah hamil terlebih dahulu untuk menutup malu. Hasil observasi penulis di Pengadilan Agama Banyumas, hakim selalu mengabulkan permohonan dispensasi kawin karena hubungan di luar nikah, dengan pertimbangan perempuan yang hamil tanpa suami akan dihina dan dikucilkan oleh masyarakat. Hal ini bisa mengakibatkan perempuan tersebut tidak mau bergaul dan mementingkan diri sendiri dan juga bisa berdampak pada anak yang akan dilahirkannya. Setelah mencermati jalan perkara berbagai kasus yang pernah diangkat dalam beberapa tulisan, terutama kasus yang berkaitan dengan masalah perkawinan, penulis semakin berkesimpulan betapa pentingnya sosialisasi hukum Islam ke dalam masyarakat yang bukan saja bentuk rumusan hukum normatifnya, tetapi juga terutama tentang aspek tujuan hukum, yang secara umum tidak lain bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan menghindarkan kemadharatan. Tugas hakim adalah sebagai pihak penegak hukum, setiap penerapan hukum atau keputusan hukum yang dibuat oleh hakim hendaklah sejalan dengan tujuan hukum yang hendak dicapai oleh syari’at. Apabila penerapan suatu rumusan akan bertentangan hasilnya dengan kemaslahatan manusia, maka penerapan hukum tersebut harus ditangguhkan. Demi pencapaian kemaslahatan yang merupakan tujuan utama dari penerapan hukum-hukum, pengecualian secara sah perlu diberlakukan. Pada perkara Nomor: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms, secara jelas telah diketahui bahwa kedua calon mempelai telah menjalin cinta hingga melakukan hubungan seksual di luar nikah yang berakibat kehamilan. Sebagai bentuk pertanggungjawabannya dari pihak pria, pria tersebut mau menikahi wanita pujaan hatinya. Namun ketika mendaftarkan rencana pernikahan mereka di Kantor Urusan Agama setempat ditolak, dengan alasan salah satu pihak calon mempelai belum mencapai batas minimal usia perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan yaitu untuk pria 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun. Kemudian orang tua salah satu calon mempelai mengajukan perkara permohonan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama Banyumas supaya dapat menikahkan anak mereka, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Perkawinan pasal 7 ayat (2) disebutkan: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.” Sebagaimana dalam amar penetapan, Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon yaitu memberikan Dispensasi Perkawinan kepada Pemohon untuk menikahkan anaknya. Dengan pertimbangan bahwa akan menimbulkan madharat yang lebih besar jika kedua calon mempelai tidak segera dinikahkan. Penetapan Majelis Hakim tersebut sudah tepat, karena tidak menyimpang dari ketentuan Undang-undang Perkawinan yang mana tidak membahas secara khusus tentang alasan dispensasi kawin dan Kompilasi Hukum Islam secara tersirat tidak melarang menikahkan seseorang yang telah melakukan hubungan luar nikah, apalagi hingga mengakibatkan kehamilan. Hal ini terdapat dalam pasal 53 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan: (1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. (2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. (3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Penetapan hakim tersebut di sisi lain bisa menjadi polemik karena memberi peluang pernikahan di bawah umur. Mereka yang hendak menikah namun usia belum mencapai batas minimal usia perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan akan beralasan sudah melakukan hubungan luar nikah atau bahkan benar-benar melakukan perbuatan tersebut supaya dapat dinikahkan. F. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Hakim mengabulkan permohonan Dispensasi Perkawinan dengan mempertimbangkan aspek kemaslahatan karena calon mempelai wanita sudah hamil selama 2 (dua) bulan. Pertimbangan hukum hakim yang demikian itu sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 1 Tahun 1974, yang menyebutkan bahwa dalam hal terhadap penyimpangan batas umur dapat dimintakan ke Pengadilan, sehingga dalam hal ini hakim mempunyai kewenangan untuk menilai alasan dispensasi tersebut. Pertimbangan tersebut juga sesuai dengan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam, yang dalam pasal tersebut menyebutkan: “Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya”. Hal tersebut juga sesuai dengan doktrin dari sarjana yaitu Mohd. Idris Ramulyo,S.H,M.H yang juga mengacu pada Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam, bahwa: “Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya”. 2. Saran Undang-undang Perkawinan menentukan prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Salah satu asas atau prinsip yang tercantum adalah bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu alangkah baiknya bila perkawinan yang dilakukan antara calon suami atau istri yang masih dibawah umur harus dicegah. DAFTAR PUSTAKA Literatur Prakoso Djoko, I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987. Ramulyo, Mohd. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, PT.Bumi Aksara, Jakarta, 1999. Saleh, K.Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, 1982 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1990 Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Putusan Pengadilan: Putusan Pengadilan Agama Banyumas Nomor: : 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms
Abstrak (Inggris)Dispensation MARRIAGE (Judicial Review Court Decision Against Religion Banyumas Number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms) SCIENTIFIC ARTICLES By: MUHAMMAD YUNI M E1E007058 MINISTRY OF NATIONAL EDUCATION General Sudirman university FACULTY OF LAW PURWOKERTO 2012 MINISTRY OF NATIONAL EDUCATION General Sudirman university FACULTY OF LAW Jl. Prof. Dr. HR. No. Bunyamin. 708 Navan Zip Code 23122 Tel. (0281) 621076 Faxsimile (0281) 638339 SCIENTIFIC ARTICLES Title: "dispensation MARRIAGE (Judicial Review Court Decision Against Religion Banyumas Number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms)". Name: MUHAMMAD YUNI M NIM: E1E007058 Faculty: LAW SKS: 2007 Supervisor I: H. Mukhsinun, SH, MH Supervisor II: Haedah Faradz, SH, MH Academic Supervisor: M. I. Yuni Hastuti Mandy, SH, MH Study Program: Legal Studies Scope Section: Civil Law   A. Background Issues Article 1 of the Marriage Law No. 1 of 1974, said: "Marriage is a bond between the inner and outer man with one woman as husband and wife with the intention of forming a family or household who are happy and eternal by Belief in God Almighty". According Wantjik Saleh, article 1 of Law No. 1 of 1974 is a formulation of the meaning and purpose of marriage. The definition of the meaning of marriage is a bond between a man mentally and physically with a woman as husband and wife. While the purpose of marriage is to have a family / household a happy and eternal by Belief in God Almighty. Then also described in Article 2 Compilation of Islamic Law, that: "Marriage is marriage according to Islamic law, which is a very strong contract or mitsaqan ghalidzan to obey God's command and execute it is worship. In general explanation Law No. 1 of 1974 letters a, explained that the purpose of marriage is to form a happy family and eternal. For the husband and wife need help and complement each other, so that each can develop his personality to help and achieve spiritual and material prosperity. Later in the letter d also adheres to the principle that the bride must have been ripe body and soul to be able to hold a marriage, in order to materialize the purpose of marriage is fine without end in divorce and got a good and healthy offspring. For that to be prevented a marriage between a husband and wife who are still under age, because of the lower age limit for a woman to marry, resulting in a higher birth rate than the higher age limits, so it should be able to address the population problem . As defined in article 7, paragraph (1) of Law No. 1 of 1974, the age limit is allowed to hold a marriage is 19 years for men and 16 years for women. Provisions concerning the age limit is also mentioned in the Compilation of Islamic Law Article 15 paragraph (1). This is in accordance with the principle of marriage that the bride must have been ripe body and soul to be able to hold a marriage, in order to materialize the purpose of marriage is fine without end in divorce and got a good and healthy offspring. In the Marriage Law No. 1 of 1974 there is an opportunity for the bride if not yet reached that age, to carry out the marriage required a dispensation from the court or other official designated by both parents the male and the female. Dispensation is a deviation or exception from the rule. The law allows a deviation from the requirement that age with Article 7 paragraph (2) of Law No. 1 of 1974, which states: "In terms of deviation from paragraph (1) of this Article may request dispensation to the court or other official designated by both the men and the older women". Act is not clear on the things that can be used as the basis for an important reason to request marriage dispensation. Based on the background, the authors are interested in researching marriage dispensation petition filed by an applicant who was a minor, and the request was granted by the Religious Banyumas, taking the title of "dispensation MARRIAGE (Judicial Review Court Decision Against Religion Banyumas Number: 0008 / Pdt.P/2011/PA.Bms) ". B. Problem Formulation Based on the background above, the problem can be stated as follows: How can the judge in granting legal reasons for marriage dispensation requests in the determination of the Religious Banyumas 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms number? C. Research Objectives To know the legal reasoning of judges in granting the dispensation request reasons mating in the determination of the Religious Banyumas 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms numbers. D. Research Methods 1. Methods: Normative juridical 2. Specifications Research: Descriptive Analytical 3. Area of ​​Research: The research was conducted in the Religious Banyumas and Information Sciences Faculty of Law Unsoed. 4. Data Source: Secondary data are the Religious Establishment Banyumas Number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms. 5. Data Presentation Methods: a systematic description 6. Data Analysis: Qualitative Normative E. Research Findings and Discussion 1. Research Banyumas Religious Court and adjudicates civil matters first rate setting has been dropped in the case of an application filed by the Marriage Dispensations: Sari Laela Madjohari daughter, age 43 years, the Islamic religion, occupation Housewife, residing at RT. 04 RW 07, Village Kecila, Kemranjen district, Banyumas regency, hereinafter referred to as "APPLICANT". That the applicant has filed a petition dated February 7, 2011, registered in the Registrar's Office by the Religious Banyumas register number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms. dated February 7, 2011 In positanya applicant proposes the following: a. That the applicant has two (2) children, namely: 1) Laela Sukmawati Devi was born October 15, 1990. 2) DJ Anga Firmansyah born October 19, 1992. b. That the applicant biological child into 2 (two) are still under age for mating requirements that until now was only 18 years 4 months. c. That the child has permission to the applicant to be married and the applicant has agreed to marry the child because it was considered mature and loving with the candidate. d. That the applicant intends to marry the child with a woman named Graceful Goddess Earth binti Joko Jayadiningrat age 20 years, Islamic, Private jobs, residing in the hamlet Nggandog, RT. 03 RW. 01, Village Kuntili, District Sumpiuh, Banyumas. e. That the terms of marriage between Petitioner and the child has not met his future wife because of age. f. That the child had known each applicant with his future wife for 5 years and his future wife is now 2 months pregnant, so the applicant as his parents wanted to marry the child's birth. g. That the applicant requested that immediately given permission to marry the child applicant who love each other and it can not be separated again. h. That the purpose of the applicant have come before the Head Office of Religious Affairs (KUA) Sub Sumpiuh, Banyumas regency, but was rejected by the head of the Religious Affairs Office. i. That based on the foregoing, Petitioner appealed to the Chairman of the Religious Banyumas cq. Panel of Judges. And in petitum, the applicant appealed to the Chairman of the Religious Banyumas Mr. cq. Judge that is willing to open the hearing to provide the following stipulation: 1) grant the petition of the applicant. 2) Set the given dispensation to marry the child applicant named Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo to marry the daughter of Jim Graceful Earth Goddess Jayadiningrat. 3) Establish legal costs according to law. Considering that the applicant explain the Anga Doni Firmansyah bin Soekarjo with Graceful Earth Goddess Jayadiningrat binti Joko has no family ties of blood and feedings become a barrier for them to be able to get married (mahram relationship). Considering that the applicant's son named DJ Anga Firmansyah Soekarjo son and his future wife named Graceful Goddess Earth binti Joko Jayadiningrat been present at the hearing and testified that in essence was made tekatnya to get married with her choice bint named Graceful Goddess Earth as Joko Jayadiningrat accountability a result of his actions and would foster home and serves as head of the household like a ready guide, protect and meet all the needs of inner and outer current household especially his future wife is pregnant 2 (two) months due to an extramarital affair and a second bride ready to bear all the risks that would be faced in running the household. Children Description Applicant: a. That he is the biological child Petitioner still aged 18 years and 4 months. b. That he wanted to marry his future wife named Graceful Goddess Earth binti Joko Jayadiningrat since been dating since he was studying in STM. c. That he was able to support his wife because it was working in a factory making fertilizer tablets daily earning on average Rp.30.000, -. d. That her parents and the parents of the prospective wife had agreed to their marriage. e. That his relationship with the daughter of Jim Graceful Earth Goddess Jayadiningrat was as like husband and wife. f. That his future wife is pregnant now has 2 (two) months. g. That he had applied for marriage to the Office of Religious Affairs Sub Sumpiuh but rejected due to lack of sufficient age. Description Candidates Wife Child Applicants: Name: Graceful Goddess Earth binti Joko Jayadiningrat, age 20 years, Islam, private employment, residence in RT.03 RW.01, Kuntili Village, District Sumpiuh, Banyumas. a. That he knew his future wife Petitioner because Petitioner children. b. That he was acquainted with Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo her future husband. c. That he wanted to marry DJ Anga Firmansyah bin Soekarjo though not yet 19 years old. d. That her parents and the parents of the prospective husband had agreed to the marriage. e. That her husband works in a factory making fertilizer tablets. Considering, that in order to strengthen their arguments, the Petitioner has filed the evidence at trial, namely: a. Proof Letter: b. Witnesses: Legal Considerations: Considering that the principal issue in this petition is the petitioner requested that the applicant's son named DJ Anga Firmansyah bin Soekarjo who was born on October 19, 1992 may be given dispensation to get married to a woman named Anggun her choice binti Joko Jayadiningrat Earth Goddess, has caused the pregnant 2 (two) months, while the Office of Religious Affairs has refused to marry them. Considering, that the applicant is Muslim, so with Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo biological child and the prospective applicant also Muslim law, in accordance with the explanation of Article 49 paragraph (1) letter a number 3 of Act No. 7 of 1989 as amended by Act No. 3 of 2006, this case is being the absolute authority of the Religious. Considering, that based on the information the applicant, the prospective bride and groom, as well as the evidence that has been presented, it can be found on the legal facts as follows: a. That the applicant did not apply to her husband caused the applicant applied for a dispensation as a father, is not known for sure where he lived in the territory of the Republic of Indonesia. b. That evidence P.1, it proved that the applicant is domiciled in the territory of the Religious Law of Banyumas. c. That based on the evidence P.2 and P.3, it proved that the Office of Religious Affairs Sub Sumpiuh child refuses to get married applicant named Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo with Graceful Earth Goddess binti Joko Jayadiningrat because it has not reached the age of 19 years. d. That based on the evidence P.4 and P.7, it proved to be children of the Petitioner named Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo yet 19 years old, and his future wife Graceful Earth Goddess binti Joko Jayadiningrat 20 years old. e. That evidence P.5, P.6, P.8 and then prove that the children of the Petitioner named Doni Anga Firmansyah son and his future wife Soekarjo Graceful Earth Goddess binti Joko Jayadiningrat in the Religious Court Banyumas. f. That statement by the Applicant and the child's future wife both have been in love, been in love relationships since I was studying in STM, therefore both states are ready to get married and their respective states can foster relationships with both domestic as husband and wife. g. That the witnesses that have been filed by the Petitioners that Sholeh bin Mahmud and son Joel Dakhuri in the trial have testified under oath that basically Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo and Graceful Earth Goddess binti Joko Jayadiningrat had an affair and was able to foster home, and between the two are not related or mahram, whether referring to his blood, marriage or feedings blocking legitimate marriage. h. Based on the observation that the Majlis in the trial against the applicant child, both physically and psychologically, the child applicant is mature enough and decent and ready for marriage. i. That under the provisions of Article 7 paragraph (1) of Act No. 1 of 1974, states that marriage is only permitted if a man has reached the age of 19 years and women have reached the age of 16 years. j. That statement by the Applicant and the child's future wife and the evidence as described above, then the council has been able to find the facts in the trial which substantially boy named DJ Anga Applicant Firmansyah bin Soekarjo will marry the daughter of Jim Graceful Earth Goddess Jayadiningrat but rejected by KUA District Sumpiuh because Petitioners have children aged 19 years, while the applicant child's relationship with his future wife had sex in such a way that the Petitioner did not immediately worry that marriage will continue to be a violation of law and the teachings of Islam as well as things that are not desirable. k. Considering that under the provisions of Article 6, paragraph (1) of Act No. 1 of 1974, the judges may grant the petition. l. Considering that the Assembly should propose texts like the Book of Al Islami Wa'adilatuhu Fiqhul Juz VII page 32 which means: "That marriage is obligatory for everyone who worries fall into fornication without marriage". m. Considering that under the provisions of Article 89 paragraph (1) of Act No. 7 of 1989 as amended by Act No. 3 of 2006, the court fee is charged to the applicant. Determination: Noting all the laws and regulations in force and relating to this case, the Court gave the following stipulation: 1. Grant the petition. 2. Give exemption to the child applicant named Doni Anga Firmansyah bin Soekarjo to marry the daughter of Jim Graceful Earth Goddess Jayadiningrat. 3. Charge to the applicant to pay the court fee of Rp. 166 000, - (one hundred and sixty-six thousand dollars). This designation was dropped in a consultative meeting of the Council of the Religious Banyumas on Thursday, March 17, 2011 AD date coincides with the 12 th Rabiul End 1432 H by NRD as Chairman of the Assembly, AT and THM, respectively as Judge, and pronounced by the Chief on the same day in a session open to the public and attended by Judges Members and assisted by KSM as Substitute Registrar attended by the applicant. 2. Discussion Chairman of the Assembly have consideration before setting the determination of the application, whether it can be granted or not. As for the judges rationale is as follows: a. Subject Petition Against discussion. 1) Applicant Judge in court will examine whether the litigant is entitled to request exemption or not. In the determination of the Religious Banyumas Number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms, who filed the petition is the biological mother of the groom as husband applicants place of residence is not known for sure, it is in accordance with the provisions of Article 6 paragraph (2) of Constitution of the Republic of Indonesia Number 1 Year 1974 About Marriage, the applicant has to apply these qualities. 2) Reasons The trial judge asked why the applicant child and then examine whether the applicant's reason for the child in accordance with the applicant's reasons disurat petition or not 3) There is a ban on marriage or not For future husband and future wife will be married there barriers or not, as stipulated in Article 8 of the Marriage Law which states: "The marriage is prohibited between two people: a) Having blood in the lineage straight down or up. b) Having blood in the lateral lineage between the brothers, the one with my parents and the one with his grandmother. c) Having related by marriage, namely law, stepson, daughter and mother / father-in-law. d) In relation feedings, feedings that parents, suckling, milk sister and aunt / uncle feedings. e) Having a sibling with a wife or aunt or cousin of the wife, in the case of a husband wives more than one. f) Have relationships by religious or other applicable regulations, prohibited marriage. " On the Presidential Instruction No. 1 of 1991 concerning Compilation establish Islamic law forbids marriage between a man and a woman, as mentioned in article 39 to article 44 Compilation of Islamic Law mentions the prohibition of marriage. The content of these articles is as follows: Article 39 of the Compilation of Islamic Law, said: "Prohibited establish marriage between a man and a woman due to: 1. Because kinship lineage: a. with a woman who gave birth or down or offspring. b. with a female descendant of the father or mother. c. with a woman who gave birth to you. 2. Because kinship relatives related by marriage: a. with a woman who gave birth to his wife or former wife. b. ex-wife with a woman who put him down. c. with a female descendant of the wife or former wife, except for marital breakup with his ex-wife was qobla al dukhul. d. ex-wife with a female offspring. 3. Because linkage sesusuan: a. with women who breastfeed and so on according to the straight line upward. b. with a woman sesusuan onwards vertically downward. c. with a woman sesusuan brother, and nephew sesusuan down. d. with a woman sesusuan aunt and grandmother aunt sesusuan up e. with children who are breastfed by his wife and his descendants. " Article 40 of the Compilation of Islamic Law, said: "Prohibited establish marriage between a man and a woman due to certain circumstances: a. because the woman in question was tied one marriage to another man. b. a woman who is still in iddah period with another man. c. a woman who is not Muslim. " Compilation of Islamic Law Article 41, states: (1) A man mixing his wife with a woman who has a lineage or kinship relationship with the wife feedings: a. siblings, half-or Seibu and his descendants. b. a woman with her aunt or nephew. (2) The prohibition in paragraph (1) remains valid even if their wives had divorced raj'i but still in the waiting period. Article 42 of the Compilation of Islamic Law, said: "A man is forbidden to establish a marriage with a woman when the man was having 4 (four) wives all four are still tied a marital relationship or are still in the waiting period raj'i or any one of them were married while others in the iddah period raj'i divorce. " Article 43 of the Compilation of Islamic Law, said: (1) establish a prohibited marriage between a man: a. his ex-wife with a woman who divorced three times. b. his ex-wife with a woman who dili'an.  (2) The prohibition in paragraph (1) letter a fall, if the ex-wife had been married to another man, then the marriage is broken ba'da dukhul and iddahnya expired. Article 44 of the Compilation of Islamic Law, said: "A Muslim woman barred establish marriage with a man who is not a Muslim". 4) Benefit and kemudharatan When two people having love, to have sexual relations outside of marriage causes pregnancy, the Court will grant the dispensation. Because if not married feared would add sin and marriage occurs at the hands of which would disrupt the legal processes that will happen next or disrupt the legal rights of children birth to under the Act. In addition, people will insult and ostracize women who are pregnant without a husband. b. Discussion Regarding Reasons Marriage Dispensation. Judge in examining a case, assigned to mengkonstatir, mengkualifisir and then mengkonstituir. Mengkonstatir means that the judge must assess whether the events or facts presented by the parties it is really happening. This can only be done through proof. Consider the logical meaning is lacking to prove the truth of a fact or event based on evidence and valid under applicable rules of evidence. In accordance with the evidence that the parties provide sufficient grounds to judge who examined the case in question in order to provide certainty about the correctness of the proposed event. The fact is that circumstances, events or actions that occur (done) in the dimensions of space and time. A fact can be said to be proved when it is unknown when, where, and how it happens. For example, issue a dispensation mating, a fact necessary to find the truth is if someone really wants to perform marriages for reasons and evidence contained in the file dispensation petition submitted to the Religious. Concretely, in giving the determination, the judge may not be out of the law governing the issues sued. Determination of the judges will be the rule of law and have the binding force to run, because the determination of the judge is the judge's statement set forth in writing and spoken by the judge in a trial open to the public, as a result of the examination of the case. When he wants to drop the stipulation, the judge has considerations. According to the author's opinion the judge considered classified into two, namely: 1. Legal Considerations Legal considerations here means when the judge dropped the stipulation shall comply with the arguments and evidence put forward legal. The usual evidence required by law are: a. Evidence letter o Copy of letter on behalf of the child's birth Applicant dikelurkan by the Village Head / Sub. o Establishing a Marriage Rejection Notice (Model N-9) are issued by the Office of Religious Affairs. b. Evidence of witnesses The evidence of witnesses presented by the judge in the trial are two people. At its discretion, the Judge also based on Islamic law. As for the basic considerations are: "Refusing to take precedence over the good of danger"  "Kemadharatan should be eliminated". Basically every human being is not allowed to hold a kemadharatan, whether heavy or light to himself or to others. In principle kemadharatan must be removed, but in removing kemadharatan it should not be up to another good cause mild kemadharatan especially heavier. However, if kemadharatan it can not be removed except by inflicting kemadharatan else then must choose kemadharatan relatively lighter than what has happened. According to the perceptions of judges, madharatnya is feared if not married will add sin and marriage occurs at the hands of which would disrupt the legal processes that will happen next or disrupt the legal rights of children birth to under the Act. 2. Consideration of Community Justice      Often marriage is considered as an alternative solution for resolving social problems that will happen is that child marriage is already pregnant prior to closing embarrassed. The observations writer in the Religious Banyumas, judges always grant a dispensation for marrying an extramarital affair, with a consideration of the pregnant women without husbands being humiliated and ostracized by the community. This could lead to the woman does not want to hang out and self-serving and can also affect a child's birth to be. After looking at the case of the various cases that have raised in recent writings, particularly cases related to marital problems, the authors concluded that the importance of dissemination of Islamic law in a society that not only shape the formulation of normative law, but also the weak legal purposes, which is Another not generally aim to capture the benefit and avoid kemadharatan. The task of judges is as law enforcement, any law enforcement or legal decisions made by judges in line with the objectives of the law ought to be achieved by the shari'ah. If the application of a formula result would be contrary to the welfare of human beings, then the application of that law should be suspended. For the achievement of the benefit which is the main purpose of the application of the laws, exceptions need to be legally enforced. In Case Number: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms, clearly it is known that both the prospective bride and groom have established love to have sex outside of marriage that resulted in pregnancy. As a form of accountability from the man, the man she would marry her idol. But when registering their wedding plans at the local Religious Affairs Office denied, the reason one has not reached the part of the prospective bridegroom minimum age of marriage under the Marriage Act is for men 19 years old and the woman 16 years. Then the old one litigant requests bride marriage dispensations in the Religious Banyumas in order to marry off their children, such as those contained in the Marriage Act section 7 (2) states: "In the case of misuse of paragraph (1) of this Article may requested a dispensation to the Court or other official, appointed by both parents the male and the female. " As in the injunction setting, the judges granted the petition is to give the applicant marriage dispensation to marry his son. With the consideration that would cause madharat greater if both the bride did not immediately married. Determination Judge are correct, because they do not deviate from the provisions of the Marriage Act which did not specifically discuss the reason for the dispensation of mating and Compilation of Islamic Law does not prohibit implied marry someone who had extra-marital relations, let alone to result in pregnancy. It is found in chapter 53 Compilation of Islamic Law which states: (1) A woman pregnant out of wedlock, can be mated to men who impregnate. (2) Marriage with a pregnant woman referred to in paragraph (1) may be performed without waiting for the birth of her child first. (3) The holding of marriage at the time pregnant women, unnecessary re-marriage after the children were born. Determination of the judge on the other hand can be debated because it gives opportunities underage marriages. Those who want to get married, but age has not reached the minimum age of marriage under the Marriage Act be grounded already engage in extramarital relations or even actually do the act in order to be married. F. Conclusions and Suggestions 1. Knot Based on the discussion outlined above it can be concluded as follows: Judge granted a dispensation by considering the benefit of marriage because the bride is pregnant for 2 (two) months. Legal considerations such judges are in accordance with the provisions of Article 7, paragraph (2) of Law No. 1 of 1974, which states that in case the deviation of the age limit may be requested from the Court, so in this case the judge has the authority to assess the reasons dispensation . Consideration is also in accordance with Article 53 of the Compilation of Islamic Law, which the article mentions: "A woman pregnant out of wedlock, can be mated to men who impregnate". It is also in accordance with the doctrine of the scholar Mohd. Ramulyo Idris, SH, MH which also refers to Article 53 of the Compilation of Islamic Law, that: "A woman pregnant out of wedlock, can be mated with a male who impregnated". 2. Suggestion Marriage Act define principles or principles regarding marriage and everything associated with the development and demands of the times. One of the principle or principles set forth is that the prospective husband and wife had been cooking soul of his body to be able to hold a marriage, in order to realize the goal of a good marriage without end in divorce and got a good and healthy offspring. For it would be nice if the marriage were made between the prospective husband or wife who was a minor must be prevented.   REFERENCES Literature Prakoso Djoko, I Ketut Murtika, principle-principle of the Marriage Law in Indonesia, PT Bina Literacy, Jakarta, 1987. Ramulyo, Mohd. Idris, Islamic Marriage Law, An Analysis of Law No 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law, PT.Bumi Literacy, Jakarta, 1999. Saleh, K.Wantjik, Indonesian Marriage Law, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976 Soemiyati, Islamic Marriage Law and Marriage Law, Liberty,  Yogyakarta, 1982 Soemitro, Ronny Hanitijo, Legal Research Methodology and Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1990 Legislation Act No. 1 of 1974 on Marriage and its Republic of Indonesia Year 1974 Number 1 Government Regulation no. 9 Year 1975 on Implementation of Law. 1 of 1974 on Marriage. Presidential Instruction No. 1 of 1991 on the Compilation of Islamic Law. Court ruling: Court Decision Religious Banyumas Number :: 0008/Pdt.P/2011/PA.Bms
Kata KunciKata Kunci : Dispensasi,Perkawinan.
Nama Pembimbing 1H. Mukhsinun, SH, MH
Nama Pembimbing 2Haedah Faradz, SH, MH
Tahun2007
Jumlah Halaman20
Page generated in 0.0593 seconds.